Selasa, 29 April 2014

Perekonomian Indonesia

PEMERINTAHAN MASA ORDE LAMA
1.        Masa pasca Kemerdekaan (1945-1950) Ir. SOEKARNO.
Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangatlah buruk, disebabkan oleh:
·           Eksploitasi besar-besaran pada masa penjajahan.
·           Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
·           Kas Negara kosong.
·           Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada masa itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang beredar di wilayah RI, yaitu mata uang pemerintah Hindia Belanda, mata uang penduduk Jepang dan mata uang De Javashe Bank. Tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI / pasukan sekutu (Allied Forces for Netherlands East Indies) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang di kuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi, yaitu:
Ø  Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke India. India merupakan Negara yang mengalami nasib sama dengan Indonesia yaitu sama-sama pernah di jajah,  Indonesia menawarkan bantuan berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada Indonesia. Mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatra dengan tujuan ke Malaysia dan Singapura.
Ø  Konfrensi Ekonomi pada bulan Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu: masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
Ø  Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman pada bulan Juli 1946.
Ø  Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947 Rekontruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Ø  Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikutiMazhab Fisiokrat: sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).


2.       Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Permasalahan ekonomi yang di hadapi oleh bangsa Indonesia masih sama seperti sebelumnya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, yaitu:
Ø  Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberi lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusahan non-pribumi. Pada kabinet ini untuk pertama kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP).
Ø  (Kabinet Sukiman) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada tanggal 15 Desember 1951 lewat UU no. 24 thn 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
Ø  Sisitem ekonomi Ali (Kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr. Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha China dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalama, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Kabinet ini sangat melindungi importir pribumi, sangat berkeinginan mengubah perekonomian dari struktur colonial menjadi nasional.
Ø  (Kabinet Burhanudin)Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
3.       Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967) SOEHARTO
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain:
·         Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai mata uang sebagai berikut:
Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp50.
Uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100.
Dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 akan dibekukan.
·         Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-barang naik 400%.
·         Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.


PEMERINTAHAN MASA ORDE BARU
Prioritas yang dilakukan adalah pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Modal asing mulai masuk sehingga industrialisasi mulai dikerjakan dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) yang pertama dibuat tahun 1968. Pada tahun 1970-an dan awal 1980-an harga minyak bumi melonjak tinggi di pasar dunia sehingga Orde Baru mampu membangun dan mengendalikan inflasi serta membuat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak membuat rakyatnya bebas dari kemiskinan dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang hanya dinikmati segelintir orang saja. Dampak negatif kondisi ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru antara lain:
a.       Ketergantungan terhadap Minyak dan Gas Bumi (MIGAS).
Migas merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi anggaran belanja negara. Jadi harga migas sangat berpengaruh bagi pendapatan negara sehingga turunnya harga minyak mengakibatkan menurunnya pendapatan negara.
b.      Ketergantungan terhadap Bantuan Luar Negeri.
Akibat berkurangnya pendapatan dari Migas, pemerintah melakukan kembali proyek-proyek pembangunan yang ada, terutama yang menggunakan valuta asing. Mengusahakan peningkatan ekspor komoditi non migas dan terakhir meminta peningkatan pinjaman luar negeri kepada negara-negara maju. Tahun 1983, Indonesia negara ketujuh terbesar dalam jumlah hutang dan tahun 1987 naik ke peringkat keempat. Ironisnya, di tahun 1986/87, sebanyak 81% hutang yang diperoleh untuk membayar hutang lama ditambah bunganya.
Akhir 1970-an, proses pembangunan di Indonesia mengalami “non market failure” sehingga banyak kerepotan dalam proses pembangunan, misalnya merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan pendapatan, terutama disebabkan oleh “market failure”. Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal 1980-an. Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan “structural adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian sebagai berikut:
·         Program stabilisasi jangka pendek atau kebijakan manajemen permintaan dalam bentuk kebijakan fiskal, moneter, dan nilai tukar mata uang dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat. Dalam hal ini pemerintah melakukan berbagai kebijakan mengurangi defisit APBN dengan memotong atau menghapus berbagai subsidi, menaikkan suku bunga uang (kebijakan uang ketat) demi mengendalikan inflasi, mempertahankan nilai tukar yang realistik (terutama melalui devaluasi September 1986).
·         Kebijakan struktural demi peningkatan output melalui peningkatan efisiensi  dan alokasi sumber daya dengan cara mengurangi distorsi akibat pengendalian harga, pajak, subsidi dan berbagai hambatan perdagangan, tarif maupun non tarif. Kebijakan “Paknov 1988” yang menghapus monopoli impor untuk beberapa produk baja dan bahan baku penting lain, telah mendorong mekanisme pasar berfungsi efektif pada saat itu.
·         Kebijakan peningkat kapasitas produktif ekonomi melalui penggalakan tabungan dan investasi. Perbaikan tabungan pemerintah melalui reformasi fiskal, meningkatkan tabungan masyarakat melalui reformasi sektor finansial dan menggalakkan investasi dengan cara memberi insentif dan melonggarkan pembatasan.
·         Kebijakan menciptakan lingkungan legal yang bisa mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif termasuk jaminan hak milik dan berbagai tindakan pendukungnya seperti reformasi hukum dan peraturan, aturan main yang menjamin kompetisi bebas dan berbagai program yang memungkinkan lingkungan seperti itu.
Dampak dari kebijakan tersebut cukup meyakinkan terhadap ekonomi makro, seperti investasi asing terus meningkat, sumber pendapatan bertambah dari perbaikan sistem pajak, produktivitas industri yang mendukung ekspor non-migas juga meningkat. Namun hutang Indonesia membengkak menjadi US$70,9 miliyar. Hutang inilah sebagai salah satu faktor penyebab Pemerintahan Orede Baru runtuh. Pemerintah Orde Baru membangun ekonomi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengendalian inflasi tanpa memperhatikan pondasi ekonomi yang memberikan dampak sebagai berikut:
a.         Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia, sebagai salah satu faktor produksi, tidak disiapkan untuk mendukung proses industialisasi.
b.         Barang-barang impor (berasal dari luar negeri) lebih banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses industri sehingga industri Indonesia sangat bergantung pada barang impor tersebut.
c.         Pembangunan tidak didistribusikan merata ke seluruh wilayah Indonesia dan ke seluruh rakyat Indonesia sehingga hanya sedikit elit politik dan birokrat serta pengusaha-pengusaha China yang dekat dengan kekuasaan saja yang menikmati hasil pembangunan.
PEMERINTAHAN REFORMASI
Pemerintahan reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh ribuan mahasiswa yang berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya di karenakan pemerintahan Bapak Soeharto dianggap telah banyak merugikan Negara dan banyak yang melakukan Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Tahun 1998 merupakan tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat krisis moneter di Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia. Hutang Negara Indonesia yang jatuh tempo saat itu harus di bayar dalam bentuk dolar, membengkak menjadi lima kali lipatnya karena uang dimiliki berbentuk dolar Amerika. Ditambah lagi dengan hutang swasta yang harus dibayar Negara Indonesia sebagai syarat untuk mendapat pinjaman dari Internasional Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 miliyar (US$20 miliyar adalah hutang komersil swasta). Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai sekarang sudah mengalami beberapa pergantian presiden, antara lain:
1.        B. J Habibie (21 Mei 1998-20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan presiden B. J Habibie yang mewakili masa reformasi belum pernah melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia. Presiden B. J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-timor dari wilayah Indonesia melalui jejak pendapat.

2.       Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepimpinan Abdurrahman Wahid berakhir karena pemerintahannya menghadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.

3.       Megawati Soekarno Putri (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakkan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi, antara lain:
·         Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$5,8 miliyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116,3 triliyun
·         Kebijakan privatisasi BUMN.
Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 41%. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukkan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.

4.      Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial, yaitu:
a.       Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
b.      Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni  Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
c.       Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaikki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu di tunjukkan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
d.      Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya, SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
e.      Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
f.        Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok.
Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tidak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan negeri. Namun wacana untuk berhutang kembali pada luar negeri mencuat lagi setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan penduduk miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang, sehingga kinerja sektor riil kurang berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.







PENDAPAT:
Menurut Saya, yang memiliki pengaruh besar untuk perkembangan Indonesia mulai dari orde baru sampai reformasi adalah pada saat pemerintahan Ir. SOEKARNO, karena:
1.        Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke India. Indonesia menawarkan bantuan berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada Indonesia. Mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatra dengan tujuan ke Malaysia dan Singapura.
2.       Konfrensi Ekonomi pada bulan Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu: masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
3.       Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman pada bulan Juli 1946.
4.      Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947 Rekontruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
5.       Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikutiMazhab Fisiokrat: sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Jadi perekonomian Indonesia sejak pemerintahan masa orde lama hingga masa reformasi masih mengalami beberapa gejolak. Perekonomian Indonesia masih jatuh bangun. Contohnya: pengangguran yang cukup tinggi dan semakin banyak kemiskinan di Indonesia.
SARAN:

Untuk pemimpin Indonesia yang terpilih nantinya, supaya lebih memperhatikan dan bekerja sama dengan rakyat bawah atau terjun langsung melihat keadaan di sekitar mereka. Lebih tegas dalam segala hal yang berhubungan dengan Indonesia. Berpikiran kedepan supaya nantinya Indonesia tidak salah mengambil keputusan dan mendapat hutang yang berlipat-lipat. Menciptakan ekonomi yang stabil agar rakyatnya hidup makmur. Dan yang terakhir, mendahulukan kepentingan masyarakat Indonesia ketimbang kepentingan pribadi yang sebenarnya kepentingan pribadi itu bisa diwujudkan kapan saja.